Beberapa hari yang lalu artikel Pendidik Tegas Tidak Harus Membentak sudah admin posting untuk anda, dan kali ini admin masih akan memposting seputar pendidikan, secara spesifik mengenai pelajar (siswa-siswi) atau mahasiswa.
Apa kabar mahasiswa? Apakah hari ini sudah belajar?
Perlu kita ketahui sobat mungkin bulan ini adalah bulan atau
minggu bagi mahasiswa-mahasiswi yang mendekati UTS contohnya seperti
saya,,,hehe. Tentunya sebelum UTS dimulai pasti para mahasiswa akan
mempersiapkan materi agar pada saat UTS bisa mengerjakan soal-soal yang
diberikan oleh dosen, atau biasa kita sebut BELAJAR, agar mendapat nilai
akademik yang memuaskan dan tidak terkena remidi dari dosen. Para dosen pun
juga senantiasa menghimbau kepada mahasiswanya untuk lebih meningkatkan kualitas belajarnya agar mahasiswa-mahasiswi bisa mengerjakan UTS dengan baik. Belajar memang sudah menjadi kewajiban bagi seorang pelajar bahkan mahasiswa, karna sudah menjadi tuntutan untuk bisa menguasai materi. Selain itu seorang mahasiswa juga di haruskan memiliki wawasan yang luas.
Akan tetapi pernahkah kita berfikir bagaimana belajar yang berkualitas?!
Jadi yang namanya belajar juga perlu strategi, bukan hanya sepak bola saja yang perlu strategi, lalu apa saja strategi untuk belajar? Silahkan baca artikel ini 10 Trick Jitu Cara Belajar Berkualitas Yang Efektif Dan Efisien.
Bagi anda yang seorang pelajar apa pilihan anda, dan apabila anda menjadi orang tua, apa pilihan untuk anak anda?
Anda yang sudah menjadi orang tua silahkan baca artikel cara belajar yang baik yang bisa anda terapkan pada buah hati anda, dan anda yang belum menikah juga boleh membaca artikel tersebut sebagai wawasan dan persiapan menjadi seorang ayah atau ibu,,,hehehe,,,,.
Anda yang sudah menjadi orang tua silahkan baca artikel cara belajar yang baik yang bisa anda terapkan pada buah hati anda, dan anda yang belum menikah juga boleh membaca artikel tersebut sebagai wawasan dan persiapan menjadi seorang ayah atau ibu,,,hehehe,,,,.
Belajar Ataukah Bel -
ajar?
Setelah sekian lama, akhirnya tiba saat kita bisa diberikan
kesempatan sekali lagi untuk menyambung lidah dan saling berbagi pendapat dalam
“OPINI”. Rasa rindu muncul ketika
saudara sesama bertemu karena tuhan untuk berbagi pengetahuan dan informasi
karena pada hakikatnya seorang insan harus selalu haus ilmu. Apakah yang akan
kita perbincangkan dalam edisi aloneartikel kali ini?
Selamat Menyimak......
Berbagi isu bermunculan dalam dunia pendidikan disertai kesimpang
siurannya. Namun apakah yang menyebabkan munculnya isu-isu kependidikan?
Exactiy. Pendidikan, khususnya dalam pendidikan formal, pastilah berkaitan
dengan makhluk hidup yang mana terjalin hubungan langsung antara pelajar dan pengajar. Namun sebelum lebih
jauh membahas tentang pengajar (pendidik)
dan pelajar (peserta didik), ada
baiknya untuk mengetahui makna dari kata “ajar”
itu sendiri. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata ajar terdefinisikan
sebagai petunjuk yang diberikan kepada seseorang supaya menjadi tahu. Sedangkan
definisi belajar adalah sebuah
proses dan usaha untuk memperoleh ilmu atau kepandaian disertai adanya
perubahan perilaku dan bertambahnya pengalaman, Tujuan mulia ini haruslah
didukung dengan baik oleh subjek dan objek pemelajaran itu sendiri. Di sinilah
muncul pertanyaan besar, bagaimanakah perspektif BELAJAR dimata pengajar
dan pelajar? Dan
sudah linier kah cara pandang mereka dalam mewujudkan proses BELAJAR itu sendiri?
Berdasarkan realita dalam dunia pendidikan kita, kebanyakan
para pelajar adalah para penganut aliran nativisme yang dipelopori oleh Schopen Hauer yang berpendapat bahwa “manusia adalah hasil bentukan
dari pembawaannya”. Mayoritas pelajar meyakini bahwa sejak lahir mereka
membawa bakat, kesanggupan (potensi) untuk dikembangkan, dan sifat bawaan
tertentu yang perlu dipahami oleh orang di sekitarnya sebagai bentuk pengakuan
diri dan toleransi. Secara tidak langsung, seorang pelajar akan cenderung
menjadi egois dan meminta perhatian dari pengajar sehingga dia mampu untuk
mempelajari apa yang dia butuhkan dan kemana arah bakatnya menuntun. Kondisi
ini memposisikan pelajar sebagai subjek belajar, bukan objek (student- centered). Pelajar akan
menuntut BELAJAR sebagai sebuah
kebutuhan penting guna memenuhi rasa keingin tahuannya. Tersusunnya regulasi,
kebijakan, bahkan peraturan-peraturan bukanlah fokus bagi para pelajar.
Sehingga ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka pelajar akan cenderung
meninggalkan pengajar tanpa merasa bersalah. Dalam tahap ini, usaha untuk
memuaskan rasa ingin tahu yang di alaminya adalah sebuah tahap BELAJAR. Kebanyakan pelajar yang gagal
memahami tahap ini akan mulai melihat proses BELAJAR sebagai momok yang harus dihindari sejauh- jauhnya untuk
menghilangkan kejenuhan yang kemungkinan berakhir pada sebuah keputusasaan.
Sebaliknya, para pengajar yang kebanyakan masih berpegang
pada paham empirisme. Dalam paham ini, john
locke memperkenalkan teori tabularasa yang mengatakan bahwa child is born like a sheet of white paper
avoid of all aharacters. (ketika seorang anak lahir, ia diumpamakan sebagai
kertas putih yang belum di tulisi atau di goresi dengan bakat apapun)
Pemahaman ini cenderung menuntun pengajar untuk melihat
proses BELAJAR sebagai transfer ilmu
secara searah dimana pengajar harus menyuapi dengan apapun ilmu yang pantas
diberikan, bukan yang perlu diberikan.
Pengajar kerap beranggapan bahwa sukses atau tidaknya pelajar
akan tergantung pada apa yang diajarkan olehnya. Konsep yang sedemikian berat
harus ditanggung di pundak para pengajar sehingga menyebabkan kebanyakan
pengajar lupa bagaimana seni dalam mengajar dan apa yang sesungguhnya
dibutuhkan oleh pelajar. Kenyataan yang terjadi adalah ketika seseorang
dihadapkan dalam kondisi tertekan maka potensi yang ada dalam diri tidak akan
mampu terekspos dengan optimal. Adanya tuntutan kurikulum, SKL, dan segala konsepsi pencapaian hasil belajar
maksimal dengan berorientasi nilai membuat para pengajar tidak menikmati proses BELAJAR dan komunikasi mereka dengan
pelajar. Hal yang terjadi sekarang ini justru guru menjadikan murid sebagai
objek pengaplikasian kurikulum yang sudah paten digunakan di institusi
pendidikan. Belum lagi jika dikaitkan dengan salah satu teori perkembangan, yaitu
hukum tempo perkembangan bahwa setiap anak berkembang dengan tempo yang berbeda
sehingga mempengaruhi ritme belajar masing-masing anak (piaget). Paradigma yang
terbentuk dalam dunia pengajar akhirnya terbentuk dimana mengajar adalah sebuah
tuntutan kerja yang harus dilakoni sebagaimana tuntutan yang ada karena
pengajar tidak memiliki celah untuk lari atau berpaling dari para pelajar. Pada
akhirnya, yang terjadi justru BELAJAR
dan mengajar hanyalah dijalani sebagai sebuah rutinitas kosong.
Menghadapi kenyataan ini, maka dapat ditarik garis adanya
kesenjangan dan pemisah di antara perspektif pelajar dan pengajar dalam
menghadapi konsep BELAJAR. Perbedaan
ini mengantarkan pelajar dan pengajar pada jarak yang saling menjauh, bukannya
saling tarik menarik tapi justru saling tolak menolak.
Tembok yang tinggi mulai terbangun di antara kedua belah
pihak sehingga BELAJAR menjadi proses berat yang menyakitkan hingga
pada akhirnya hanya keterpaksaan yang tersisa dalam proses BELAJAR yang biasa kita
sebut sebagai KBM. Pergeseran arti penting BELAJAR
ini berubah menjadi BEL – AJAR,
yakni, saat BEL pelajaran berbunyi
maka ritual AJAR dilaksanakan.
Inilah rutinitas yang kerap tercipta, BEL
– AJAR lalu bubar. Titik. Tidak ada pemahaman apalagi perubahan sikap
sebagai hasil nyata proses BELAJAR.
Salah satu realita, dikutip dari sebuah Artikel berjudul “Mau
dibawa kemana pendidikan di Indonesia?” yang ditulis pada 17 agustus 2010
bahwa: Pendidikan di indonesia belum mampu untuk mengaplikasikan metode-metode
yang telah dibuat. Terlihat dari hasil yang telah nampak dalam dunia kerja
bahwa lulusan dari berbagai tingkat pendidikan yang belum cukup siap untuk
memasuki dunia kerja walaupun berhasil membawa modal ijasah. Namun yang
terlihat hanyalah nilai-nilai kognitif...(basri:2010)
Aisyah Humaira564 × 489 |
Jika dikaitkan dengan BELAJAR
dan BEL – AJAR maka kita dapat
menarik kesimpulan dari opini yang sudah terbangun sejauh ini bahwa hal ini
dipengaruhi sindrom 1+1 yaitu adanya rasa tertekan dan takut berbuat
salah/disalahkan memposisikan pelajar dan pengajar untuk akhirnya terhanyut
dalam ritual BEL- AJAR.
Alhasil, pengajar berorientasi nilai dan tercekik oleh
tuntutan SKL serta semua rentetan kurikulum, sedangkan pelajar sibuk membaca
kebutuhannya masing-masing sesuai bidang ketertarikannya sehingga ia memahami
betul porsi apa dan seberapa yang akan mereka pelajari- jadi, siapa yang
terbelakang? BELAJAR atau BEL- AJAR kah yang kita alami?
Bukan saling menyalahkan, justru kedua belah pihak pengajar
dan pelajar harus saling mengerti, memahami, sekaligus memotivasi. Caranya,
tingkatkan komunikasi dan ciptakan suasana belajar yang kondusif menyenangkan
dan penuh rasa ingin tahu. Ingat, islam selalu mengajak untuk menorehkan
aspirasi dan mengungkapkan pendapat sehingga muncullah beberapa majlis, bukan untuk
saling berseteru atau beradu kata, melainkan untuk memupuk kerukunan dan
menyatukan pikiran sekaligus hati. semoga opini ini dapat menumbuhkan faqih
dalam hati para pembaca. Amiiin
Istilah yang biasa digunakan dalam pendidikan formal
http://myzone.okezone.com/index.php/content/read/2010/08/17/9/2974/mau-dibawa-ke-mana-pendidikan-di-indonesia
Demikianlah artikel Belajar Ataukah Bel - ajar yang dapat admin posting, semoga bisa menambah wawasan bagi kita semua sekaligus mungkin juga bisa menjadi inspirasi.
warning: Bagi anda seorang blogger yang ingin meng-copy paste artikel saya harap sertakan link sumber, dengan begitu anda mematuhi aturan dan menghargai penulis. Namun alangkah baiknya jika anda menulis artikel dengan pemikiran anda sendiri, itu malah terlihat hebat.
Demikianlah artikel Belajar Ataukah Bel - ajar yang dapat admin posting, semoga bisa menambah wawasan bagi kita semua sekaligus mungkin juga bisa menjadi inspirasi.
warning: Bagi anda seorang blogger yang ingin meng-copy paste artikel saya harap sertakan link sumber, dengan begitu anda mematuhi aturan dan menghargai penulis. Namun alangkah baiknya jika anda menulis artikel dengan pemikiran anda sendiri, itu malah terlihat hebat.
Bicara soal belajar, menurut anda, lebih baik mana antara mempelajari berbagai bidang dan satu bidang saja tapi memang mendasar pada bakat? Saya galau mau menerapkan yang mana pada anak saya. Terima kasih. :)
ReplyDeleteKlo menurut saya pribadi sih, memang mempelajari berbagai bidang itu baik, tp alangkah lebih baik lagi klo bidang yang menjadi bakatnya itu lebih di prioritaskan. Dengan begitu bakatnya bisa trus berkembang dan meningkat. .
ReplyDeleteOjo serius" mb,,, haha.
Gk enak ama yang udah senior kesannya menggurui.. Hihihi
makin tahu nih thanks ya bro
ReplyDeletekelinci99
ReplyDeleteTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino